Selasa, 01 April 2014

SEMBILU


Ada nada lirih menyeret sunyi dalam pilu
Adakah sepoinya mengelabuhi asa sembilu?
Ketika detaknya terdengar kencang hingga trotoar berkoar dan jalak hitam kembali ke sangkar,
Tersipu tertahan kembali meraung dalam hati.
Setiap detiknya aku merasakan kehidupan nyata tapi aku tak hidup sepenuhnya,
Selepas rasa pergi, aku tak lebih dari manusia sepi tak bernyawa.
Dan ilalang yang tak bertangkai menjulang tinggi.
Aku berTuhan.
Ada derap rindu yang tak mungkin kembali seperti dahulu,
Semacam tusukan bambu runcing pada masa penjajahan dahulu,
Laranya tersayat hingga meninggalkan bekas dimasa kini.
Lalu mengertikah sang Tjinta pada masanya?
Dinginnya malam itu hingga menerobos tulang,
Namun tak setengah orang faham akan nyanyian malam itu yang maknanya mendayu-dayu.
Atau berpuisilah hingga pagi menjemput,
Seruput secangkir malam nan pekat beraroma wangi kumbang.
Cahaya bulan temani sembilu terdahulu
Jangan takut sendiri diantara tingginya zaman keangkuhan manusia masa kini
Kisah meninggalkan dan diabaikan sepertinya takkan terulang
Jika percaya Tjinta Tuhan selalu ada untuk makhluknya
Mari menari dalam bayangan kebebasan
Cinta cita rasa, bukankah kami punya itu Tuhan?
Dan menarilah di atas altar kehidupan mereka
Mari menari mari kawan
Bersama kita ukir sejarah
Bukan menuangkan darah yang bercorak mengasingkan
Ada jalan untuk masa terdahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar